GEREJA TUA SIMPANG TIGA DAN KAU: Oleh Marianus Teti, S.Pd., M.Th
Langit tak begitu cerah. Dari atas awan gelap meneteskan butiran air membasahi bumi Simpang Tiga. Tepat di Gereja Tua Simpang Tiga, aku berdiri melihat sekelingku. Di sana kutemukan sekumtum bunga yang baru mekar usai jatuhnya embun semalam. Indah. Mataku terpana memandangnya. Hatiku terpesona. Kurasakan gempa local di dadaku. Ternyata jantungku sedang berdetak kencang.
Aku
berjalan mendekati kuntum bunga yang barusan mekar itu. Aku memandangnya. Iapun
perlahan melirik kearahku. Akh, aku tersipu di hadapannya. Pandangan khayak
ramai di halaman gereja tua itu teralihkan oleh gerak langkahku. “Ayo, ayo, ayo
petik, ayo petik” begitulah sorakan khayak ramai di halam gereja tua. Akupun
semakin memberanikan diri mendekatinya. Telingaku semakin panas karena sorakkan
khalayak ramai.
“Aku
mencintainya bukan hanya sekedar menyukainya” gumamku dalam hati. Tiba-tiba
terdengar suara dari balik awan usai Guntur menggelagar “Jika kau benar
mencintainya, jangan memetiknya, tetapi rawatlah dia, basahi sekitarnya dengan
air agar ia tetap subur dan tetap indah di hatimu.”
Hatiku
tersentuh. Aku melihat senyum manja dibalik bibir tipisnya yang merah jambu. Di
Gereja Tua Simpang Tiga, aku telah jatuh cinta. Bukan! Bukan jatuh cinta tetapi
kubangun cintaku.
Namanya
Essmy. Ia bagaikan tumbuhan Kaktus. Ia berduri dan tanjam. Tak sedikit orang
yang berani menyentuhnya dan tak sedikit orangpun tidak berani mendekatinya.
Mereka takut akan durinya namun mereka tidak tahu bahwa bunga yang mekar darinya
sangat indah. Mereka takut dengan durinya sebab mereka bukan melihat dari
kedalaman hati. Itulah cinta sejati.
Di
halaman Gereja Tua Simpang Tiga kau alihkan pandanganku dank au lumpuhkan
hatiku. Aku benar-benar merasakan cinta yang mendalam usai kepergian Dea di
tengah derasnya hujan di bawa kaki Gunung Marabukatn. Kau telah mengalihkan
duniaku.
Sore
itu, sebelum hilangnya senja dari pandanganku. Aku berharap bisa duduk berduaan
denganmu sambil memandang kepergiannya. Mata Essmy tak lepas dariku. Setiap
gerakku mengangkat bola dan lompatanku ketika memukul bola Voli itu, ia terus
menatapku. Akupun membalas perhatiannya itu dengan sebuah senyuman. Rupanya
senyumanku itu membuatnya tak berdaya hingga memukul sahabatnya sendiri tanpa
sebuah alasan. Aku melihatnya dengan pasti sebab saat itu akupun sedang
menatapnya.
Adi
berteriak membangunkanku “Bangun, bangun, bangun, udah sore.” Akupun terkejut.
Akh, rupanya cuman mimpi. Aku tersenyum-senyum sendiri. Syukur Tuhan, ini hanya
mimpi. Itulah cerita mimpiku di tadai siang Gays.
Simpang
Tiga, 23 Juni 2021
<script async
src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-7069608752095558"crossorigin="anonymous"></script>
Salam semangat
BalasHapusHahahaha sudah baca serius baru bilang cuman mimpi ni guru🤦😁ttp smngt untuk tulisannya guru💪
BalasHapusSiap. Share ke Kawan Guru dong e Guru
Hapus